BAB 1
PENDAHULUAN
Sertifikasi halal dan labelisasi halal
merupakan dua kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama
lain. Sertifikasi halal dapat didefinisikan
sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui
apakah suatu barang yang diproduksi suatu
perusahaan telah memenuhi ketentuan halal. Hasil dari kegiatan sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikat halal
apabila produk yang dimaksudkan telah
memenuhi ketentuan sebagai produk halal. Sertifikasi halal dilakukan
oleh lembaga yang mempunyai otoritas untuk melaksanakannya, tujuan akhir dari sertifikasi halal adalah adanya pengakuan secara
legal formal bahwa produk yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan
halal. Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas tingkat regional,
internasional dan global, dikhawatirkan sedang dibanjiri pangan dan produk
lainnya yang mengandung atau terkontaminasi unsur haram. Dalam teknik
pemrosesan, penyimpanan, penanganan, dan pengepakan acapkali digunakan bahan
pengawet yang membahayakan kesehatan atau bahan tambahan yang mengandung unsur
haram yang dilarang dalam agama Islam.
BAB 2
PEMBAHASAN
Seiring dengan kemajuan sains dan teknologi, maka
manusia tiba pada suatu masa untuk mencari yang terbaik didalam memenuhi
kebutuhan hidup. Pengetahuan menuntun manusia untuk berbuat atau menciptakan
produk yang tidak saja aman dari segi fisik, biologis, kimiawi tetapi juga
dapat dipertanggungjawabkan kepada Sang Maha Pencipta.
Kewajiban memberikan informasi yang benar dan
jujur atas setiap produk yang dihasilkan oleh produsen atau pelaku usaha
merupakan salah satu kewajiban utama yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Selanjutnya disebut UUPK). Pada
prinsipnya UUPK lahir dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum bagi konsumen
terhadap segala bentuk pelanggaran dari produsen atau pelaku usaha yang
menimbulkan kerugian bagi konsumen termasuk bahaya atau kerugian yang mungkin
timbul akibat belum memberikan informasi yang tepat. Berdasarkan UUPK, salah
satu hak konsumen adalah berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Terjadinya perbuatan-perbuatan yang
berakibat merugikan konsumen akibat penggunaan barang dan/atau jasa harus
dihindari. Untuk itu, pemerintah memandang perlunya suatu perangkat hukum yang
melindungi kepentingan konsumen, maka ditetapkanlah UUPK yang diharapkan dapat
memperkuat penegakan hukum didalam bidang perlindungan konsumen.
Penyelenggaraan suatu sistem perlindungan atas
pangan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun masyarakat luas yang akan
mengkonsumsi pangan tersebut sangat perlu untuk mencapai cukup setiap waktu,
aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat. Pemerintah menyadari perlunya landasan hukum bagi pengaturan,
pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran
dan/atau perdagangan pangan. Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan yang selanjutnya disingkat UUP yang lahir sebagai landasan hukum dan acuan
bagi pengaturan pangan di Indonesia. Salah satu upaya untuk mencapai tertib
pengaturan dibidang pangan maka terbitlah Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 924/Menkes/SK/VIII/ 1996 tentang perubahan atas
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pecantuman
Tulisan Halal pada Label Makanan.
Keamanan bahan pangan merupakan masalah yang
kompleks dan merupakan Interaksi antara toksisitas mikrobiologis, kimiawi,
status gizi, kehalalan dan ketentraman batin. Kesemuanya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi sehingga faktor keamanan pangan dapat dikatakan sebagai suatu
masalah yang dinamis seiring perkembangan peradaban
manusia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Legalisasi halal terhadap setiap produk pangan
sangat diperlukan demi terciptanya ketentraman batin masyarakat dalam memilih
produk pangan yang dikehendaki. Dalam hal ini, pemerintah bertanggung jawab
dalam pelaksanaan legalisasi halal, tidak terbatas pada pemberian instruksi
kepada para pengusaha untuk memperoleh sertifikat halal pada produknya, tetapi perlu melalukan pengujian dan pengawasan terhadap
setiap produk pangan yang beredar di seluruh wilayah negara kita. Disamping
itu, pemerintah juga harus memberikan kebebasan kepada masyarakat dan
instansi-instansi terkait, seperti lembaga-lembaga penelitian dan perguruan
tinggi, untuk ikut mengawasi semua produk pangan yang beredar di masyarakat.
Peraturan
tentang sertifikasi halal termaktub dalam Pada pasal 30 ayat 1 UUP disebutkan
pada ayat (1) setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah
Indonesia makanan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label
pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Pada ayat 2 disebutkan Label,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurang-kurangnya keterangan
mengenai; nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi
bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam
wilayah Indonesia, keterangan tentang halal, dan tanggal, bulan, dan tahun
kedaluarsa. Pada ayat 3 diatur selain keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Pemerintah dapat menetapkan keterangan lain yang wajib atau dilarang untuk
dicantumkan pada label makanan.
Sementara, pada
UUPK pada pasal 8 ayat 1h disebutkan Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi
secara halal, sebagaimana pernyataan ‘’halal’’ yang dicantumkan pada label.
Sehingga jika terdapat produsen yang melanggar aturan tersebut maka dikenakan
sanksi pidana sesuai dengan Pasal 62 yang menyatakan; (1) Pelaku usaha yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,
Pasal 13 ayat (2), Pasa! 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf
e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Namun, jika produsen tidak mencantumkan label halal maka tidak terdapat sanksi
yang melekat padanya.
Selanjutnya pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
924/Menkes/SK/VIII/ 1996 tentang perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pecantuman Tulisan Halal pada Label Makanan pada pasal 2 disebutkan
pada label makanan dapat dicantumkan tulisan halal. Pada pasal 3 ayat 2 a
disebutkan Produk Makanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) harus
memenuhi persyaratan makanan halal berdasarkan hukum Islam.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Legalisasi halal terhadap setiap produk pangan
sangat diperlukan demi terciptanya ketentraman batin masyarakat dalam memilih
produk pangan yang dikehendaki. Dalam hal ini, pemerintah bertanggung jawab
dalam pelaksanaan legalisasi halal, tidak terbatas pada pemberian instruksi
kepada para pengusaha untuk memperoleh sertifikat halal pada produknya, tetapi perlu melalukan pengujian dan pengawasan terhadap
setiap produk pangan yang beredar di seluruh wilayah negara kita. Disamping
itu, pemerintah juga harus memberikan kebebasan kepada masyarakat dan
instansi-instansi terkait, seperti lembaga-lembaga penelitian dan perguruan
tinggi, untuk ikut mengawasi semua produk pangan yang beredar di masyarakat.
Sumber:
- xa.yimg.com/kq/groups/23999565/1235034230/.../BAB+III2.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar