UNIVERSITAS GUNADARMA

Minggu, 29 April 2012

Siapakah yang Merekomendasikan Halal?

BAB 1
PENDAHULUAN

Selama ini belum ada lembaga resmi yang mengeluarkan label halal. Kalaupun ada label halal, tapi itu lebih dicantumkan oleh produsen saja. Pernah ada kesepakan antara MUI dan DepKes bawha yang berwenang memberikan label halal itu adalah MUI, namun karena sifatnya yang lisan belum dituangkan dalam bentuk sertifikasi makanya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Lagipula MUI tidak mempunyai kekuatan eksekusi (pelaksana) apabila ada pengusaha yang tidak mengurus label halal pada produknya.


BAB 2
PEMBAHASAN

Prof. Aisyah Girindra, dari LPPOM MUI mengatakan bahwa institusi ini hanya mengeluarkan sertifikat halal, tidak pada masalah label halal. Adapun pelabelan halal mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan. Produsen dapat mencantukan label halal pada produknya berdasarkan rekomendasi dari LPPOM MUI. Pada label dapat dituliskan nomor sertifikat yang telah dikeluarkan oleh LPPOM MUI.

Dalam ketentuan UUP, UUPK, dan KepMen menekankan adanya pencantuman label halal, namun sebelumnya ada syarat yang harus di tempuh oleh sebuah perusahaan produk pangan, yaitu dengan cara memperoleh sertifikat halal dengan cara mendaftarkan produknya untuk diaudit halal. Produsen dapat mencantukan label halal pada produknya berdasarkan rekomendasi dari LPPOM MUI. Pada label dapat dituliskan nomor sertifikat yang telah dikeluarkan oleh LPPOM MUI.

Kesadaran para pengusaha produk makanan maupun minuman untuk memperoleh sertifikat halal pada produknya lebih disebabkan pada realitas banyaknya konsumen umat Islam. Masalah ini yang selanjutnya memunculkan banyak pengusaha yang asal mencantumkan label halal, tanpa prosedur yang disyaratkan berdasarkan sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, kosmetika dan Makanan Majelis Ulama Indonesia atau yang disingkat LPPOM-MUI berdasarkan UUP dan Undang-undang UUPK. Legalisasi Halal yang berupa Sertifikat Halal terhadap suatu produk pangan bukan sekedar jaminan terhadap ketentraman konsumen, tetapi juga jaminan bahwa produknya akan semakin dibutuhkan oleh konsumen.

Untuk mendapatkan produk pangan yang halal, masyarakat sebagai konsumen membutuhkan perlindungan dari penguasa atau pemerintah. LPPOM MUI adalah lembaga yang bertugas untuk meneliti, mengkaji, menganalisa dan memutuskan apakah produk-produk baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman dikonsumsi baik dari sisi kesehatan dan dari sisi agama Islam yakni halal atau boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat Muslim khususnya di wilayah Indonesia. Selain itu, memberikan rekomendasi, merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada masyarakat.

Lembaga ini didirikan atas keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdasarkan surat keputusan nomor 018/MUI/1989, pada tanggal 26 Jumadil Awal 1409 Hijriah atau 6 Januari 1989.

Kehalalan produk makanan, minuman, obat dan kosmetika perlu mendapat sertifikasi dari LPPOM MUI. Kehalalan produk pangan harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan yakni tidak mengandung bahan atau unsur pangan yang diharamkan oleh Islam seperti tercampur babi atau produk turunannya. Produk tersebut tidak menimbulkan dampak buruk bagi pemakainya karena Islam mengharamkan segala jenis pangan yang terbukti merusak kesehatan manusia secara langsung maupun tidak langsung, terkecuali dalam keadaan darurat.

Sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk setiap produk makanan dan minuman yang dijual kepada masyarakat sudah merupakan jaminan, sehingga di masyarakat tidak timbul kecurigaan dan tanda tanya terhadap kandungannya. Sertifikasi halal mutlak dibutuhkan untuk menghilangkan keraguan masyarakat akan kemungkinan adanya bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong yang tidak halal dalam suatu produk yang dijual.

Peran dari Pemerintah sangat penting terutama dalam melakukan pengawasan, hal ini tercantum dengan jelas baik dalam UUPK. Pengawasan dilakukan dengan cara yang tepat antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat sehingga terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab, dan menghindari dari tindak tanduk para pelaku usaha sekarang, yang masih sering mementingkan keuntungan pribadi  dengan memasang label yang tidak benar pada pangan yang dijualnya maupun dengan memberikan iklan yang menyesatkan masyarakat.



BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan surat keputusan nomor 018/MUI/1989, pada tanggal 26 Jumadil Awal 1409 Hijriah atau 6 Januari 1989. Kehalalan produk makanan, minuman, obat dan kosmetika perlu mendapat sertifikasi dari LPPOM MUI Sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk setiap produk makanan dan minuman yang dijual kepada masyarakat sudah merupakan jaminan, sehingga di masyarakat tidak timbul kecurigaan dan tanda tanya terhadap kandungannya. Sertifikasi halal mutlak dibutuhkan untuk menghilangkan keraguan masyarakat akan kemungkinan adanya bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong yang tidak halal dalam suatu produk yang dijual.

Sumber:
  • http://www.halalmui.org/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=87&Itemid=357&lang=in

Tidak ada komentar:

Posting Komentar