BAB 1
PENDAHULUAN
Dilihat
dari sudut pandang ekonomis, bisnis adalah kegiatan ekonomis. Hal yang terjadi
dalam kegiatan ini antara lain tukar menukar, jual beli, memproduksi
memasarkan, dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mencari keuntungan.
Namun, perlu diingat pencarian keuntungan dalam kegiatan berbisnis tidak hanya
sepihak, tetapi diadakan dalam interaksi. Pada kenyataannya, banyak pelaku
bisnis di Indonesia tidak memikirkan tentang hal tersebut. Mereka lebih
cenderung untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kerugian
pihak lain. Sebagai contoh, seseorang yang ingin menjual sepeda motornya kepada
seorang pembeli. Penjual tersebut menjual dengan harga tinggi. Padahal, banyak
kekurangan pada motor tersebut. Namun si penjual tidak mengatakan hal tersebut
kepada pembelinya. Dia tidak peduli dengan kerugian yang akan ditanggung oleh
si pembeli. Yang diinginkan penjual tersebut adalah mendapat banyak keuntungan.
Hal ini hanya ada satu pihak yang diuntungkan, sedangkan yang lain dirugikan.
BAB 2
PEMBAHASAN
Pengertian Etika Bisnis
Pengertian etika sering kali
disamakan dengan pengertian moral. Yang dimaksud ajaran moral adalah
wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, serta kumpulan peraturan
dan ketetapan baik lisan maupun tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup
dan ia bertindak agar menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika adalah
pemikiran yang kritis dan mendasar mengenai ajaran moral. Oleh karena itu harus
dibedakan dengan ajaran moral.
Etika harus dibedakan dengan
etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis ‘etiquette’ yang berarti
tata cara pergaulan yang baik antara sesama manusia. Sementara itu, etika
berasal dari bahasa Latin ‘ethos’ yang berarti falsafah moral dan dan
merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Definisi etika
bisnis sendiri sangat beraneka ragam tetapi memiliki satu pengertian yang sama,
yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis
yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara
ekonomi/sosial, dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan
tujuan kegiatan bisnis (Muslich,1998:4). Ada juga yang mendefinisikan etika
bisnis sebagai batasan-batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari
nilai-nilai moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan
dalam setiap aktivitasnya (Amirullah & Imam Hardjanto, 2005).
Dari berbagai
pendapat diatas, ada banyak pengertian tentang etika bisnis. Yang terpenting
bagi pelaku bisnis adalah bagaimana menempatkan etika pada kedudukan yang
pantas di dunia bisnis. Tugas pelaku bisnis adalah berorientasi pada
norma-norma moral. Dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari dia selalu berusaha
dalam kerangka ‘etis’, yaitu tidak merugikan siapapun secara moral.
Etika bisnis
mempunyai prinsip-prinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai
tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar mempunyai standar baku yang mencegah
timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau
operasional perusahaan, Muchlish (1998:31-33) mengemukakan prinsip-prinsip
etika bisnis sebagai berikut :
- Prinsip otonomi
Prinsip otonomi
memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang
yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya.
Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan
misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan
dan komunitasnya.
- Prinsip kejujuran
Kejujuran
merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan.
Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal
perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan,
maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.
- Prinsip tidak berniat jahat
Prinsip ini ada
hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat
akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu.
- Prinsip otonomi
Prinsip otonomi
adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
- Prinsip kejujuran
Terdapat tiga
lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak
akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran.
Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua,
kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang
sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
- Prinsip keadilan
Prinsip ini
menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang
adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung
jawabkan.
- Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle)
Pada prinsip ini,
pebisnis dituntut agar menjalankan bisnis sedemikian rupa sehingga
menguntungkan semua pihak.
- Prinsip integritas moral
Terutama dihayati
sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu
menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya
maupun perusahaannya.
Etika bisnis
dalam suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu untuk
membentuk suatu bisnis yang kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang tinggi
serta mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai yang tinggi.
Tolak ukur
dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika selalu
mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan, apakah keputusan ini
dinilai baik atau buruk oleh masyarakat, apakah keputusan ini berdampak baik
atau buruk bagi orang lain, atau apakah keputusan ini melanggar hukum.
Dalam
menciptakan etika bisnis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain
pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati
diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang
berkelanjutan, mampu menyatakan hal yang benar, dan lain sebagainya.
Bentuk
pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia
Mempraktekkan
bisnis dengan etiket berarti mempraktekkan tata cara bisnis yang sopan dan
santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling
menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor,
sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam
organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih,
tidak menyalahgunakan kedudukan dan kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol
diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.
Dengan kata
lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa
saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi
dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan
umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak
sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika aturan
secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak
bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan
pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat,
maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral
Berikut adalah
bentuk-bentuk pelanggaran etika bisnis dan contoh pelanggaran etika dalam
kegiatan bisnis di Indonesia :
- Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
Contoh pelanggaran
tersebut seperti sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit
akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam
melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesangon sebagaimana
yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini
perusahaan X dapat dikatakan melanggar prinsip kepatuhan terhadap hukum.
- Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
Sebuah Yayasan X
menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah
mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan
sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,
sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu
tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada
wali murid. Setelah didesak oleh banyak pihak, yayasan baru memberikan
informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragam guru. Dalam kasus
ini, pihak yayasan dan sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip
transparansi.
- Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah RS Swasta
melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar
PNS secara otomotis dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang
karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena
menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola, dalam hal ini direktur,
sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan
Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai
kebijakan tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan
diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip
akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan
PJTKI di Yogyakarta melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam
pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan
calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke
negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya
yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke
negara tujuan. B yang tertarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan
mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan
visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan,
bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI
itu selalu berkilah ada penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat
disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut telah melanggar prinsip
pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai calon TKI yang
seharusnya diberangkatkan ke negara lain tujuan untuk bekerja.
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan
properti ternama di Yogjakarta tidak memberikan surat ijin membangun rumah dari
developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling perumahan
milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi kewajibannya
membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi lainnya.
Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah,
karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan
alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh
adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin
pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah
mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah
ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah
memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin
pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan properti tersebut telah melanggar
prinsip kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder
(konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan
pengembang di Sleman membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan kontraktor
untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan pihak pengembang
memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam pelaksanaannya,
perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa
sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan
sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor
dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi
spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang nasabah X
dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar angsuran mobil sesuai tanggal
jatuh tempo karena anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak
perusahaan tentang keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak mendapatkan
respon dari perusahaan. Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan
langsung mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam akan mengambil mobil
yang masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan
dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat
mengkategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati
pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan
kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
Faktor-faktor
pebisnis melakukan pelanggaran etika bisnis
Pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal
tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa
memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya. Faktor lain yang membuat
pebisnis melakukan pelanggaran antara lain :
- Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
- Ingin menambah pangsa pasar
- Ingin menguasai pasar.
Dari ketiga
faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh paling
kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan tetap menjadi yang utama,
dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan dibuat hanya
untuk mengunggulkann produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari produk tersebut.
Iklan hanya bertujuan untuk menjelek-jelekkan produk iklan lain.
Selain ketiga
faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Gwynn
Nettler dalam bukunya Lying, Cheating and Stealing memberikan kesimpulan
tentang sebab-sebab seseorang berbuat curang, yaitu :
- Orang yang sering mengalami kegagalan cenderung sering melakukan kecurangan.
- Orang yang tidak disukai atau tidak menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
- Orang yang hanya menuruti kata hatinya, bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya, cenderung berbuat curang.
- Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan terhadap godaan untuk berbuat curang.
- Orang yang cerdas (intelligent) cenderung menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
- Orang yang berkedudukan menengah atau tinggi cenderung menjadi lebih jujur.
- Kesempatan yang mudah untuk berbuat curang atau mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
- Masing-masing individu mempunyai kebutuhan yang berbeda dan karena itu menempati tingkat yang berbeda, sehingga mudah tergerak untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.
- Kehendak berbohong, main curang dan mencuri akan meningkat apabila orang mendapat tekanan yang besar untuk mencapai tujuan yang dirasakannya sangat penting.
- Perjuangan untuk menyelamatkan nyawa mendorong untuk berlaku tidak jujur.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan
memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra
produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, ataupun
larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai
perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada
umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama
apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya
diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang
berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu
semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Ada 4 kekuatan utama yang membentuk etika bisnis
dan tanggung jawab sosial, yaitu kekuatan individual, oraganisasional,
masyarakat, dan hukum. Setiap kekuatan ini tidak beroperasi dalam ruang hampa,
tapi masing-masing berinteraksi dengan ketiga kekuatan lainnya, dan interaksi
ini mempunyai pengaruh yang kuat baik terhadap kekuatan maupun arah dari masing-masing
pengaruh.
Sumber:
- http://akhmadsubairiyanto.blogspot.com/2010/11/etika-bisnis-dalam-melakukan-kegiatan.html
- http://okaardhi.wordpress.com/2010/10/29/etika-bisnis-pelanggaran-terhadap-etika-bisnis/
- http://tomi-anggoro.blogspot.com/2009/11/contoh-pelanggaran-etika-bisnis.html
- http://rosicute.wordpress.com/2010/11/23/pengertian-etika-bisnis/
- http://ibnuhasanhasibuan.wordpress.com/2011/12/20/pandangan-etika-terhadap-praktek-bisnis-yang-curang/
- http://alviyana.student.fkip.uns.ac.id/2012/01/03/makalah-etika-bisnis-apakah-kegiatan-berbisnis-di-indonesia-sesuai-dengan-etika-bisnis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar